Landith – How Do You Know What Life Taste Like?

Bagaimana aku dapat menjelaskan semua yah? Maksudku, tentang bagian dimana aku menemukan Nara dan sisi yang tak biasa.
Bagi sebagian orang, mungkin hal ini biasa saja. Tapi bagiku, ini adalah hal yang akhirnya membuat hidupku melihat sesuatu berbeda pada akhirnya. Dunia bukanlah mode dua warna, walau ada fase antara.
Dalam loncatan loncatan energi Nara yang tidak habis, aku menemukan satu hal penting. Yang selama ini aku abaikan. Tentang bagaimana pentingnya menemukan diri kita. Seperti kepercayaan pada orang Jepang, yang mengatakan, manusia punya tiga wajah.
Wajah pertama, wajah yang kita tunjukan kepada dunia. Wajah kedua, wajah yang kita tunjukkan kepada orang terdekat. With personal touch kalo aku pikir. Yang terakhir adalah wajah saat kita sediri. Wajah ketiga ini adalah wajah yang tidak pernah ditunjukkan kepada siapa pun juga, yang menjadi wajah sebenarnya yang merefleksikan siapa kita sebenarnya.
Bertemu dan mengenalnya adalah bagian menarik. Dia sepertinya selalu memberi semangat ketika aku bercerita tentang lelahnya menjalani pekerjaan dan ruwetnya kehidupan ibukota. Katanya, banyak orang hidup tapi jiwanya mati. Kita dipertemukan seperti di film zombie, orang yang masih hidup akan berkoloni. Aku menemukan korelasinya. Lalu menyadarinya. Bahwa, ketika jiwa masih ada semangatnya walau sedikit, teruslah menyalakannya. Jangan padam.
Aku sempat terpikir apa dia Peter Pan? Jiwanya bebas. Duduk bercerita dengannya selalu memancing nalarku bekerja. Membebaskan dari koridor berpikir. Menjadi diriku yang sepenuhnya. Memahami betapa sudah sedemikian jauhnya aku mengabaikan diriku. Mengungkung jiwa dalam harapan harapan semu.
Ah, entahlah. Nara pernah mengatakan, bahwa kita bertemu karena memang kita terhubung sejak entah kapan. Hanya menunggu waktu. Orang dengan jiwa yang sama akan menemukan tempatnya.


Leave a comment